BUDAYA KESELAMATAN RS
- Merupakan suatu lingkungan kolaboratif dimana paradokter saling menghargai satu sama lain.
- Para pimpinan mendorong kerja sama tim yang efektif dan menciptakan rasa aman secara psikologis
- Anggota tim dapat belajar dari insiden keselamatan pasien
- Para pemberi layanan menyadari bahwa ada keterbatasan manusia yang bekerja dalam suatu sistem yang kompleks dan terdapat suatu proses pembelajaran serta upaya untuk mendorong perbaikan
- Mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman diperlukan suatu perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan dari budaya yang menyalahkan individu menjadi suatu budaya di mana insiden dipandang sebagai kesempatan untuk memperbaiki system
- Seluruh pemangku kepentingan di rumah sakit bertanggungjawab mewujudkan budaya keselamatan dengan berbagai cara.
HASIL SURVEY BUDAYA KESELAMATAN RSUD MARDI WALUYO
(TAHUN 2022)
- PERMASALAHAN:
- AREA UNIT
- 14 (5,5%) responden mengatakan tim di unit tidak bekerja sama secara efektif)
- 14 (5,6%) responden mengatakan bahwa unit secara berkala tidak meninjau proses kerja untuk menentukan apakah perubahan diperlukan untuk meningkatkan keselamatan pasien
- sebanyak 18 (7%) responden mengatakan staf merasa bahwa kesalahan digunakan untuk menghukum mereka
- 25 (9,7%) responden mengatakan Ketika sebuah insiden dilaporkan di unit ini, seperti nya yang cicatat orangnya, bukan masalahnya
- sebanyak 19 (7,4%) responden mengatakan mereka yang bekerja di unit, ada masalah yang berkaitan dengan perilaku tidak sopan
- 23(8,9%) responden mengatakan bahwa Ketika staf membuat kesalahan, unit berfokus menyalahkan individu daripada pembelajaran
- 19 (7,4%) responden mengatakan bahwa perubahan untuk meningkatkan keselamatan pasien tidak dievaluasi untuk melihat seberapa baik mereka bekerja
- 13 (5%) responden mengatakan Unit membiarkan masalah keselamatan pasien yang sama terjadi lagi
- MANAGER/ SUPERVISOR/ PEMIMPIN KLINIS/ KEPALA INSTALASI/ KEPALA RUANG
- 17 (6,6%) responden mengatakan bahwa Manager/ supervisor /pemimpin klinis /atasan saya, tidak/ kurang serius mempertimbangkan saran/ masukan staf untuk meningkatkan keselamatan pasien
- 18 (7%) responden mengatakan Manager/ supervisor /pemimpin klinis/ atasan saya, tidak melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keselamatan pasien yang menjadi perhatian mereka
- KOMUNIKASI
- 16 (6,2%) responden mengatakan Kami tidak/ jarang diberitahu tentang kesalahan yang terjadi di unit
- 9 (3,5%) responden mengatakan Ketika kesalahan terjadi di unit ini, kami tidak/ jarang membahas cara untuk mencegah terulang lagi
- MELAPORKAN KEJADIAN KESELAMATAN PASIEN
36 (25,6%) responden mengatakan staf tidak/ jarang sekali melaporkan KNC
- RUMAH SAKIT
49 (19,1%) responden mengatakan Manajemen rumah sakit tampaknya tertarik pada keselamatan pasien hanya setelah terjadi insiden
PROGRAM BUDAYA KESELAMATAN RUMAH SAKIT
- Memastikan perilaku memberikan pelayanan yang aman secara konsisten untuk mencegah terjadinya kesalahan pada pelayanan berisiko tinggi.
- Memastikan perilaku di mana para individu dapat melaporkan kesalahan dan insiden tanpa takut dikenakan sanksi atau teguran dan diperlakuan secara adil (just culture)
- Memastikan kerja sama tim dan koordinasi untuk menyelesaikan masalah keselamatan pasien.
- Memastikan komitmen pimpinan rumah sakit dalam mendukung staf seperti waktu kerja para staf, pendidikan, metode yang aman untuk melaporkan masalah dan hal lainnya untuk menyelesaikan masalah keselamatan.
- Memastikan identifikasi dan mengenali masalah akibat perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono).
- Memastikan evaluasi budaya secara berkala dengan metode seperti kelompok fokus diskusi (FGD), wawancara dengan staf, dan analisis data.
- Mendorong kerja sama dan membangun sistem, dalam mengembangkan budaya perilaku yang aman.
- Menanggapi perilaku yang tidak diinginkan pada semua staf pada semua jenjang di rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis dan nonklinis, dokter praktisi mandiri, representasi pemilik dan anggota Dewan pengawas.
PERILAKU YANG TIDAK MENDUKUNG BUDAYA KESELAMATAN
- Perilaku yang tidak layak seperti kata kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki, perilaku yang mengganggu
- Bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain
- Perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk gender serta pelecehan seksual
- Saat ini di rumah sakit masih terdapat budaya menyalahkan orang lain ketika terjadi suatu kesalahan (blaming culture), yang akhirnya menghambat budaya keselamatan sehingga pimpinan rumah sakit harus menerapkan perlakuan yang adil (just culture)
- Ketika terjadi kesalahan, dimana ada saatnya staf tidak disalahkan ketika terjadi kesalahan, misalnya pada kondisi:
a) Komunikasi yang kurang baik antara pasien dan staf.
b) Perlu pengambilan keputusan secara cepat.
c) Kekurangan staf dalam pelayanan pasien.
- Kesalahan yang dapat diminta pertanggungjawabannya ketika staf dengan sengaja melakukan perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono) misalnya:
a) Tidak mau melakukan kebersihan tangan.
b) Tidak mau melakukan time-out (jeda) sebelum operasi.
c) Tidak mau memberi tanda pada lokasi pembedahan.
- Rumah sakit harus meminta pertanggungjawaban perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono) dan tidak mentoleransinya. Pertanggungjawaban dibedakan atas:
Kesalahan manusia (human error) adalah tindakan yang tidak disengaja yaitu melakukan kegiatan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.
- Perilaku berisiko (risk behaviour) adalah perilaku yang dapat meningkatkan risiko (misalnya, mengambil langkah pada suatu proses layanan tanpa berkonsultasi dengan atasan atau tim kerja lainnya yang dapat menimbulkan risiko).
- Perilaku sembrono (reckless behavior) adalah perilaku yang secara sengaja mengabaikan risiko yang substansial dan tidak dapat dibenarkan.